Para sahabat adalah generasi terbaik umat ini. Karena mereka adalah manusia-manusia mulia yang diberi kesempatan Allah SWT untuk bertatap muka dengan Rasulullah SAW, beriman kepadanya dan wafat dalam keadaan Islam. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Ibnu Hajar Al-Atsqalani -seorang ulama hadits abad ke-9- tentang definisi sahabat :
“من لقي النبي صلى الله عليه و اله و سلم مؤمنا به و مات على الإسلام”
“Siapa saja yang berjumpa dengan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian beriman kepadanya dan wafat dalam keadaan Islam.” (Al-Ishabah fi Tamyizi As-Shahabah, Ibnu Hajar 1/10)Masing-masing sahabat Rasulullah SAW mempunyai potensi dan kelebihan masing-masing. Rasulullah SAW sebagai pemimpin bagi para sahabat pun menempatkan mereka sesuai dengan kemampuan dan kompetensinya.
Misalnya sahabat Umar adalah seorang yang berperangai keras, tegas, dan bengis. Karena sifat-sifat itulah dia diamanahi Rasulullah SAW untuk mengumpulkan zakat. Rasul juga mengamanahi Ubay bin Ka’ab sebagai penghulu para qari; Mu’adz sebagai hakim dan imam shalat; Abu Bakar sebagai ahli manajemen dan administrasi, serta khalifah pertama; Hassan bin Tsabit sebagai pelantun syair di majelis-majelis sastra untuk membela Islam; Zaid bin Tsabit sebagai ahli dalam permasalahan faraid; Khalid bin Walid sebagai orang yang bertugas memisahkan kepala dari pundaknya di medan perang; Ali bin Abi Thalib sebagai hakim dan penanggung jawab tugas-tugas penting; Zubair sebagai penolong; Utsman sebagai ahli sedekah; dan Abdurrahman bin Auf sebagai pribadi yang memiliki jiwa berkorban yang tinggi.
Ada salah seorang sahabat mulia yang mendapatkan ujian kebutaan sejak masa kecilnya. Namun, kekuarangannya itu tidak menghalangi dirinya untuk beribadah dan berjuang di jalan Allah SWT. Rasulullah SAW bertanya kepadanya, “Sejak kapan, engkau kehilangan penglihatan?” Ia menjawab, “Sejak kecil.” Maka Rasulullah SAW bersabda,
قال الله تبارك وتعالى: إذا ما أخذتُ كريمة عبدي لم أجِدْ له بها جزاءً إلا الجنة
“Allah Tabaraka wa Ta’ala berfirman, ‘Jika Aku mengambil
penglihatan hamba-Ku, maka tidak ada balasan yang lebih pantas kecuali
surga.” (HR Bukhari, Ahmad dan Tirmidzi).Abdullah bin Ummi Maktum adalah sosok yang dimuliakan Rasulullah SAW. Karena dirinya menjadi Asbabun Nuzul surat Abasa ayat 1-16. Sayyid Qutub berkomentar tentang ayat tersebut, “Mengapa engkau bermuka masam di hadapannya? Barangkali orang buta ini bisa menjadi mercusuar di bumi yang dapat menerima cahaya dari langit.”
Pada kenyataannya, Abdullah bin Ummi Maktum, seorang fakir miskin lagi buta dapat menerima cahaya dari langit. Suatu hari dia mendatangi Rasulullah SAW, dan berkata, Wahai Rasulullah, rumahku sangat jauh dari masjid, dan aku tidak mempunyai penuntun dalam berjalan, maka apakah ada keringanan untukku (meninggalkan shalat jama’ah di masjid)? Lalu Rasulullah SAW pun memberinya keringanan. Namun, tatkala dia telah berpaling, Nabi berkata kepadanya, Apakah engkau mendengar suara azan?
Dia menjawab, Ya.
Nabi SAW bersabda, Maka jawablah seruannya, karena aku tidak mendapatkan keringanan untukmu.” (Ditakhrij oleh Imam Ahmad dalam Al-Musnad: 3/23. Dan Ibnu Mâjah: Kitabul Masâjid, Bab At-taghlidh Fit Takhalluf ‘anil jamâ’ah, No. 792)
Lantas, Abdullah selalu datang shalat berjamaah di masjid di waktu cuaca dingin, di waktu panas, di kegelapan malam, tanpa seorang penunjuk jalan, dia meraba-raba di kegelapan, agar Allah menjadikan untuknya cahaya pada hari semua cahaya terputus bagi orang-orang yang berbuat dosa.
Sebuah keteledanan bagi kita semua yang tidak diuji dengan kebutaan sebagaimana sahabat Abdullah. Tentu “lebih wajib” bagi kita bagi seorang muslim untuk melaksanakan shalat di masjid secara berjamaah.
Menjadi Muadzin Selain Bilal bin Rabah
Rasulullah SAW pernah bersabda.
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا: ” أَنَّ بِلَالًا
كَانَ يُؤَذِّنُ بِلَيْلٍ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: كُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يُؤَذِّنَ ابْنُ أُمِّ
مَكْتُومٍ، فَإِنَّهُ لَا يُؤَذِّنُ حَتَّى يَطْلُعَ الْفَجْرُ “
“Sesungguhnya Bilal adzan pada waktu (sepertiga) malam. Karena
itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Makan dan
minumlah kalian sampai Ibnu Ummi Maktum adzan. Karena ia tidak akan
adzan kecuali setelah terbitnya fajar shadiq (masuk waktu subuh).” (HR. Mutafaqun Alaih)Selain Bilal sebagai muadzin, ternyata Abdullah juga diberi tugas Rasulullah SAW untuk mengumandangkan adzan Subuh. Semakin kentara, betapa Rasulullah SAW memuliakan sahabat yang satu ini.
Syahidnya Abdullah bin Ummi Maktum
Abdullah bin Ummi Maktum yang buta, tatkala mendengar seruan jihad, dia berkata, “Pakaikan untukku persenjataan.”
Orang-orang pun berkata kepadanya, “Allah telah memberimu udzur, engkau seorang yang buta.”
Dia berkata, “Demi Allah, aku tidak akan tinggal diam, dan Allah telah berfirman,
انْفِرُوا خِفَافًا وَثِقَالا وَجَاهِدُوا بِأَمْوَالِكُمْ
وَأَنْفُسِكُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ
تَعْلَمُونَ
“Berangkatlah kamu baik dalam keadaan merasa ringan atau pun
merasa berat, dan berjihadlah dengan harta dan dirimu di jalan Allah.
Yang demikian itu adalah lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.,” (At-Taubah: 41)Kemudian, Abdullah berangkat dan memegang bendera pada perang Al-Qadisiyyah. Akhirnya, tibalah pada hari ketiga saat kaum muslimin berhasil mengalahkan tentara Persia. Pasukan pimpinan sahabat Sa’ad bin Abi Waqash ini mampu memporak-porandakan kedigdayaan negara Majusi ini.
Namun, kemenangan besar ini juga harus dibayar dengan gugurnya para sahabat. di antara mereka adalah Abdullah bin Ummi Maktum RA. Jasadnya ditemukan terkapar di medan perang sambil memeluk bendera yang diamanatkan kepadanya untuk dijaga.
Disadur dari Kisah-Kisah Inspiratif karya Syaikh Aidh Al-Qarni