Pada suatu malam, Abu Hurairah r.a berjalan bersama Umar r.a. Dalam perjalanan tersebut ia menceritakan sesuatu kepadanya hingga tanpa terasa mereka sudah sampai di depan pintu rumah Umar. Umar lalu menyandarkan punggungnya di pintu tersebut. Dia menghadapkan wajahnya kepada Abu Hurairah r.a.
Abu Hurairah r.a terus bercerita kepadanya. Ketika selesai menceritakan sebuah kisah, ia menceritakan kisah yang lain. Akan tetapi, tetap saja ia tidak disungguhi makanan. Karena itu, Abu Hurairah memilih pergi.
Beberapa saat setelah itu Umar menemui Abu Hurairah dan berkata, “Wahai Abu Hurairah, seandainya saat itu di rumahku ada makanan, pasti aku berikan kepadamu.”
Abu Rafi meriwayatkan bahwa Abu Hurairah r.a. berkata, ”Jika seseorang memberi hadiah kepadaku, aku pasti menerimanya. Akan tetapi, aku sama sekali tidak pernah meminta-minta.”
Menurut Dzahabi, laki-laki itu mengira Abu Hurairah terserang penyakit ayan. Karena itu, dia duduk di atas dadanya untuk membantu menyadarkannya.
Abu Hurairah r.a. pernah berkata, “Demi Allah, aku selalu bersandar karena tak kuat menahan lapar. Aku juga sering mengikatkan batu ke perutku untuk sekedar menahan lapar. Pernah ketika aku duduk di satu jalan, Abu Bakar lewat di depanku. Aku pun bertanya kepadanya tentang satu ayat Al-Qur’an. Aku bertanya tentang ayat itu bukan karena aku tidak tahu, melainkan karena ingin dia mengajakku ke rumahnya. Tetapi, dia tidak paham akan maksudku. Karena itu, dia terus saja berjalan tanpa mempedulikan aku.
Setelah itu, Umar lewat. Aku pun melakukan hal yang sama seperti aku lakukan kepada Abu Bakar. Namun, Umar terus saja berjalan. Beberapa saat kemudian, Rasulullah lewat di depanku. Ternyata beliau tahu kalau aku sedang lapar. Hal itu beliau ketahui dari raut wajahku. Beliau memanggilku, ‘Abu Hurairah!’ Aku menjawab, ’Aku, wahai Rasulullah.’
Setelah itu, aku diajak ke rumah beliau. Ketika tiba, di rumah beliau, beliau melihat susu di sebuah bejana. Rasulullah bertanya, ‘Dari mana susu ini?’ Seseorang menjawab, ‘Tadi si fulan mengirim susu itu untukmu.’
Rasulullah lalu bersabda, ‘Wahai Abu Hurairah, temuilah Ahlush-Shuffah, lalu ajaklah mereka (kemari).’
Namun, tatkala Rasulullah menyuruhku untuk memanggil Ahlush-Shuffah agar mereka menikmati susu itu, aku sedikit merasa kecewa. Aku bergumam, ‘Sebenarnya, aku berharap bisa kuat. Kalau susu ini dibagikan ke Ahlush-Shuffah, manfaat apa yang mereka dapatkan?’ Namun, taat kepada Allah dan Rasul-Nya adalah sebuah kewajiban. Karena itu, aku tidak mungkin menolak permintaan Rasulullah. Dengan senang hati, aku pun melangkah mendatangi Ahlush-Shuffah untuk mengundang mereka.
Ketika aku sampai di sana, mereka menyambutku dengan penuh rasa cinta. Mereka pun memenuhi undangan Rasulullah. Ketika mereka berkumpul dan duduk dengan rapi, Rasulullah berkata, ‘Wahai Abu Hurairah, ambillah (susu tadi) lalu berikan kepada mereka.’
Aku memberikan susu itu kepada seorang laki-laki di antara mereka, lalu dia meminumnya sampai kenyang. Ketika aku selesai membagikannya kepada mereka semua, aku pun memberikannya kepada Rasulullah. Beliau lalu memandangku dengan tersenyum sembari bersabda, ‘Sekarang, tinggal aku dan kamu (yang belum minum).’
‘Benar, wahai Rasulullah,’ tandasku. Beliau lalu bersabda, ’Minumlah, wahai Abu Hurairah.’
Aku pun meminumnya. Beliau menyuruhku minum susu itu hingga berkali-kali. Hingga pada akhirnya aku katakan kepada beliau, ’Demi Zat yang telah mengutus engkau dengan kebenaran, perutku sudah tidak bisa menampung susu itu lagi, wahai Rasulullah.’
Setelah itu, beliau menambil sisa susu itu, lalu meminumnya.” (HR. Bukhari dan Tirmidzi; hadits sahih).*/Sudirman (Dikutip dari buku Ensiklopedia Akhlak Muhammad Saw, penulis Mahmud al-Mishri)
HIDAYATULLAH