Kisah Uwais Al-Qarny
Cerita islami ini tentang kisah Uwais
Al-Qarny, ia adalah orang yang sangat sholeh dari Negeri Yaman. Ia
sangat taat kepada perintah Alloh SWT, sangat mencintai Nabi Muhammad
SAW meskipun belum pernah bertemu, dan sangat patuh kepada ibunya. Agar
lebih tahu ceritanya lebih detail silahkan simak Kisah Uwais Al-Qarny
lebih lengkap yang disandur dari wikipedia di bawah ini
Profil Uwais Al-Qarny
Pada zaman
Nabi Muhammad SAW, ada seorang pemuda bermata biru, rambutnya merah,
pundaknya lapang panjang, berpenampilan cukup tampan, kulitnya
kemerah-merahan, dagunya menempel di dada selalu melihat pada tempat
sujudnya, tangan kanannya menumpang pada tangan kirinya, ahli membaca
Al-Qur’an dan menangis, pakaiannya hanya dua helai sudah kusut yang satu
untuk penutup badan dan yang satunya untuk selendangan, tiada orang
yang menghiraukan, tak dikenal oleh penduduk bumi akan tetapi sangat
terkenal di langit.
Pemuda
dari Yaman ini telah lama menjadi yatim, tak punya sanak famili kecuali
hanya ibunya yang telah tua renta dan lumpuh. Hanya penglihatan kabur
yang masih tersisa. Untuk mencukupi kehidupannya sehari-hari, Uwais
bekerja sebagai penggembala kambing. Upah yang diterimanya hanya cukup
untuk sekedar menopang kesehariannya bersama Sang ibu, bila ada
kelebihan, ia pergunakan untuk membantu tetangganya yang hidup miskin
dan serba kekurangan seperti keadaannya.
Uwais Al-Qarny yang sangat sholeh
Kisah Uwais Al-Qarny,
Kesibukannya sebagai penggembala domba dan merawat ibunya yang lumpuh
dan buta, tidak memengaruhi kegigihan ibadahnya, ia tetap melakukan
puasa di siang hari dan bermunajat di malam harinya.
Uwais
al-Qarni telah memeluk Islam pada masa negeri Yaman mendengar seruan
Nabi Muhammad SAW. yang telah mengetuk pintu hati mereka untuk menyembah
Allah, Tuhan Yang Maha Esa, yang tak ada sekutu bagi-Nya. Islam
mendidik setiap pemeluknya agar berakhlak luhur.
Peraturan-peraturan
yang terdapat di dalamnya sangat menarik hati Uwais, sehingga setelah
seruan Islam datang di negeri Yaman, ia segera memeluknya, karena selama
ini hati Uwais selalu merindukan datangnya kebenaran. Banyak
tetangganya yang telah memeluk Islam, pergi ke Madinah untuk
mendengarkan ajaran Nabi Muhammad SAW secara langsung. Sekembalinya di
Yaman, mereka memperbarui rumah tangga mereka dengan cara kehidupan
Islam.
Alangkah
sedihnya hati Uwais setiap melihat tetangganya yang baru datang dari
Madinah. Mereka itu telah “bertamu dan bertemu” dengan kekasih Allah
penghulu para Nabi, sedang ia sendiri belum. Kecintaannya kepada
Rasulullah menumbuhkan kerinduan yang kuat untuk bertemu dengan sang
kekasih, tapi apalah daya ia tak punya bekal yang cukup untuk ke
Madinah, dan yang lebih ia beratkan adalah sang ibu yang jika ia pergi,
tak ada yang merawatnya.
Di
ceritakan ketika terjadi Pertempuran Uhud Rasulullah SAW mendapat cedera
dan giginya patah karena dilempari batu oleh musuh-musuhnya. Kabar ini
akhirnya terdengar oleh Uwais. Ia segera memukul giginya dengan batu
hingga patah. Hal tersebut dilakukan sebagai bukti kecintaannya kepada
beliau SAW, sekalipun ia belum pernah melihatnya. Hari berganti dan
musim berlalu, dan kerinduan yang tak terbendung membuat hasrat untuk
bertemu tak dapat dipendam lagi. Uwais merenungkan diri dan bertanya
dalam hati, kapankah ia dapat menziarahi Nabinya dan memandang wajah
beliau dari dekat?
Tapi,
bukankah ia mempunyai ibu yang sangat membutuhkan perawatannya dan tak
tega ditingalkan sendiri, hatinya selalu gelisah siang dan malam menahan
kerinduan untuk berjumpa. Akhirnya, pada suatu hari Uwais mendekati
ibunya, mengeluarkan isi hatinya dan memohon izin kepada ibunya agar
diperkenankan pergi menziarahi Nabi SAW di Madinah. Sang ibu, walaupun
telah uzur, merasa terharu ketika mendengar permohonan anaknya.
Beliau
memaklumi perasaan Uwais, dan berkata, “Pergilah wahai anakku! temuilah
Nabi di rumahnya. Dan bila telah berjumpa, segeralah engkau kembali
pulang”. Dengan rasa gembira ia berkemas untuk berangkat dan tak lupa
menyiapkan keperluan ibunya yang akan ditinggalkan serta berpesan kepada
tetangganya agar dapat menemani ibunya selama ia pergi.
Sesudah
berpamitan sambil menciumi sang ibu, berangkatlah Uwais menuju Madinah
yang berjarak kurang lebih empat ratus kilometer dari Yaman. Medan yang
begitu ganas dilaluinya, tak peduli penyamun gurun pasir, bukit yang
curam, gurun pasir yang luas yang dapat menyesatkan dan begitu panas di
siang hari, serta begitu dingin di malam hari, semuanya dilalui demi
bertemu dan dapat memandang sepuas-puasnya paras baginda Nabi SAW yang
selama ini dirindukannya. Tibalah Uwais al-Qarni di kota Madinah. Segera
ia menuju ke rumah Nabi SAW, diketuknya pintu rumah itu sambil
mengucapkan salam. Keluarlah Sayyidah Fathimah binti Muhammad SAW,
sambil menjawab salam Uwais.
Segera
saja Uwais menanyakan Nabi yang ingin dijumpainya. Namun ternyata beliau
SAW tidak berada di rumah melainkan berada di medan perang. Betapa
kecewa hati sang perindu, dari jauh ingin berjumpa tetapi yang
dirindukannya tak berada di rumah. Dalam hatinya bergolak perasaan ingin
menunggu kedatangan Nabi SAW dari medan perang.
Tapi,
kapankah beliau pulang ? Sedangkan masih terngiang di telinga pesan
ibunya yang sudah tua dan sakit-sakitan itu, agar ia cepat pulang ke
Yaman,” Engkau harus lekas pulang”.
Karena
ketaatan kepada ibunya, pesan ibunya tersebut telah mengalahkan suara
hati dan kemauannya untuk menunggu dan berjumpa dengan Nabi SAW. Ia
akhirnya dengan terpaksa mohon pamit kepada Sayyidah Fathimah a.s. untuk
segera pulang ke negerinya. Dia hanya menitipkan salamnya untuk Nabi
SAW dan melangkah pulang dengan perasaan haru.
Kisah Uwais Al-Qarny,
sepulang dari perang, Nabi SAW langsung menanyakan tentang kedatangan
orang yang mencarinya. Nabi Muhammad SAW menjelaskan bahwa Uwais
al-Qarni adalah anak yang taat kepada ibunya. Ia adalah penghuni langit
(sangat terkenal di langit). Mendengar perkataan baginda Rasulullah SAW,
Sayyidatina Fathimah a.s. dan para sahabatnya tertegun. Menurut
informasi Sayyidah Fathimah a.s., memang benar ada yang mencari Nabi SAW
dan segera pulang kembali ke Yaman, karena ibunya sudah tua dan
sakit-sakitan sehingga ia tidak dapat meninggalkan ibunya terlalu lama.
Rasulullah
SAW bersabda : “Kalau kalian ingin berjumpa dengan dia (Uwais
al-Qarni), perhatikanlah, ia mempunyai tanda putih di tengah-tengah
telapak tangannya.” Sesudah itu beliau SAW, memandang kepada Imam Ali
bin Abi Thalib a.s. dan Umar bin Khattab dan bersabda, “Suatu ketika,
apabila kalian bertemu dengan dia, mintalah do’a dan istighfarnya, dia
adalah penghuni langit dan bukan penghuni bumi”.
Tahun
terus berjalan, dan tak lama kemudian Nabi SAW wafat, hingga
kekhalifahan Abu Bakar telah diestafetkan kepada Khalifah Umar bin
Khattab. Suatu ketika, khalifah Umar teringat akan sabda Nabi SAW.
tentang Uwais al-Qarni, sang penghuni langit. Ia segera mengingatkan
kepada Imam Ali a.s. untuk mencarinya bersama. Sejak itu, setiap ada
kafilah yang datang dari Yaman, beliau berdua selalu menanyakan tentang
Uwais al-Qorni, apakah ia turut bersama mereka.
Di antara
kafilah-kafilah itu ada yang merasa heran, apakah sebenarnya yang
terjadi sampai-sampai ia dicari oleh beliau berdua. Rombongan kafilah
dari Yaman menuju Syam silih berganti, membawa barang dagangan mereka.
Suatu
ketika, Uwais al-Qorni turut bersama rombongan kafilah menuju kota
Madinah. Melihat ada rombongan kafilah yang datang dari Yaman, segera
khalifah Umar bin Khattab dan Imam Ali a.s. mendatangi mereka dan
menanyakan apakah Uwais turut bersama mereka. Rombongan itu mengatakan
bahwa ia ada bersama mereka dan sedang menjaga unta-unta mereka di
perbatasan kota. Mendengar jawaban itu, beliau berdua bergegas pergi
menemui Uwais al-Qorni.
Sesampainya
di kemah tempat Uwais berada, Khalifah Umar bin Khattab dan Imam Ali
a.s. memberi salam. Namun rupanya Uwais sedang melaksanakan salat.
Setelah mengakhiri salatnya, Uwais menjawab salam kedua tamu agung
tersebut sambil bersalaman. Sewaktu berjabatan, Khalifah Umar segera
membalikkan tangan Uwais, untuk membuktikan kebenaran tanda putih yang
berada di telapak tangan Uwais, sebagaimana pernah disabdakan oleh Nabi
SAW. Memang benar! Dia penghuni langit. Dan ditanya Uwais oleh kedua
tamu tersebut, siapakah nama saudara? “Abdullah”, jawab Uwais.
Mendengar
jawaban itu, kedua sahabatpun tertawa dan mengatakan, “Kami juga
Abdullah, yakni hamba Allah. Tapi siapakah namamu yang sebenarnya?”
Uwais kemudian berkata, “Nama saya Uwais al-Qorni”.
Dalam
pembicaraan mereka, diketahuilah bahwa ibu Uwais telah meninggal dunia.
Itulah sebabnya, ia baru dapat turut bersama rombongan kafilah dagang
saat itu. Akhirnya, Khalifah Umar dan Imam Ali a.s. memohon agar Uwais
berkenan mendo’akan untuk mereka.
Uwais
enggan dan dia berkata kepada khalifah, “Sayalah yang harus meminta do’a
kepada kalian”. Mendengar perkataan Uwais, Khalifah berkata, “Kami
datang ke sini untuk mohon do’a dan istighfar dari anda”.
Karena
desakan kedua sahabat ini, Uwais al-Qorni akhirnya mengangkat kedua
tangannya, berdo’a dan membacakan istighfar. Setelah itu Khalifah Umar
berjanji untuk menyumbangkan uang negara dari Baitul Mal kepada Uwais,
untuk jaminan hidupnya. Segera saja Uwais menolak dengan halus dengan
berkata, “Hamba mohon supaya hari ini saja hamba diketahui orang. Untuk
hari-hari selanjutnya, biarlah hamba yang fakir ini tidak diketahui
orang lagi”.
Setelah
kejadian itu, nama Uwais kembali tenggelam tak terdengar beritanya. Tapi
ada seorang lelaki pernah bertemu dan ditolong oleh Uwais, waktu itu
kami sedang berada di atas kapal menuju tanah Arab bersama para
pedagang, tanpa disangka-sangka angin topan berhembus dengan kencang.
Akibatnya hempasan ombak menghantam kapal kami sehingga air laut masuk
ke dalam kapal dan menyebabkan kapal semakin berat. Pada saat itu, kami
melihat seorang laki-laki yang mengenakan selimut berbulu di pojok kapal
yang kami tumpangi, lalu kami memanggilnya. Lelaki itu keluar dari
kapal dan melakukan salat di atas air.
Betapa
terkejutnya kami melihat kejadian itu. “Wahai waliyullah, tolonglah
kami!” tetapi lelaki itu tidak menoleh. Lalu kami berseru lagi, “Demi
Zat yang telah memberimu kekuatan beribadah, tolonglah kami!” Lelaki itu
menoleh kepada kami dan berkata,
“Apa yang terjadi ?”
“Tidakkah engkau melihat bahwa kapal dihembus angin dan dihantam ombak?” tanya kami.
“Dekatkanlah diri kalian pada Allah!” katanya.
“Kami telah melakukannya.”
“Keluarlah kalian dari kapal dengan membaca bismillahirrohmaani rrohiim!”
Kami pun
keluar dari kapal satu persatu dan berkumpul di dekat itu. Pada saat itu
jumlah kami lima ratus jiwa lebih. Sungguh ajaib, kami semua tidak
tenggelam, sedangkan perahu kami berikut isinya tenggelam ke dasar laut.
Lalu orang
itu berkata pada kami ,”Tak apalah harta kalian menjadi korban asalkan
kalian semua selamat”. “Demi Allah, kami ingin tahu, siapakah nama Tuan ?
“Tanya kami.
“Uwais al-Qorni”. Jawabnya dengan singkat.
Kemudian
kami berkata lagi kepadanya, “Sesungguhnya harta yang ada dikapal
tersebut adalah milik orang-orang fakir di Madinah yang dikirim oleh
orang Mesir.”
“Jika Allah mengembalikan harta kalian. Apakah kalian akan membagi-bagikannya kepada orang-orang fakir di Madinah?” tanyanya.
“Ya,
“jawab kami. Orang itu pun melaksanakan salat dua rakaat di atas air,
lalu berdo’a. Setelah
Uwais al-Qorni mengucap salam, tiba-tiba kapal itu
muncul ke permukaan air, lalu kami menumpanginya dan meneruskan
perjalanan. Setibanya di Madinah, kami membagi-bagikan seluruh harta
kepada orang-orang fakir di Madinah, tidak satupun yang tertinggal.
Kisah Uwais Al-Qarny wafat
Beberapa waktu kemudian, tersiar kabar kalau Uwais al-Qorni telah pulang ke Rahmatullah.
Anehnya,
pada saat dia akan dimandikan tiba-tiba sudah banyak orang yang
berebutan untuk memandikannya. Dan ketika dibawa ke tempat pembaringan
untuk dikafani, di sana sudah ada orang-orang yang menunggu untuk
mengkafaninya.
Demikian
pula ketika orang pergi hendak menggali kuburnya. Di sana ternyata sudah
ada orang-orang yang menggali kuburnya hingga selesai. Ketika usungan
dibawa menuju ke pekuburan, luar biasa banyaknya orang yang berebutan
untuk mengusungnya.
Dan Syeikh
Abdullah bin Salamah menjelaskan, “ketika aku ikut mengurusi jenazahnya
hingga aku pulang dari mengantarkan jenazahnya, lalu aku bermaksud
untuk kembali ke tempat penguburannya guna memberi tanda pada
kuburannya, akan tetapi sudah tak terlihat ada bekas kuburannya. (Syeikh
Abdullah bin Salamah adalah orang yang pernah ikut berperang bersama
Uwais al-Qorni pada masa pemerintahan Umar bin Khattab)
Meninggalnya
Uwais al-Qorni telah menggemparkan masyarakat kota Yaman. Banyak
terjadi hal-hal yang amat mengherankan. Sedemikian banyaknya orang yang
tak dikenal berdatangan untuk mengurus jenazah dan pemakamannya, padahal
Uwais adalah seorang fakir yang tak dihiraukan orang.
Kisah Uwais Al-Qarny,
Sejak ia dimandikan sampai ketika jenazahnya hendak diturunkan ke dalam
kubur, di situ selalu ada orang-orang yang telah siap melaksanakannya
terlebih dahulu. Penduduk kota Yaman tercengang.
Mereka saling
bertanya-tanya, “Siapakah sebenarnya engkau wahai Uwais al-Qorni?
Bukankah Uwais yang kita kenal, hanyalah seorang fakir yang tak memiliki
apa-apa, yang kerjanya hanyalah sebagai penggembala domba dan unta?
Tapi, ketika hari wafatmu, engkau telah menggemparkan penduduk Yaman
dengan hadirnya manusia-manusia asing yang tidak pernah kami kenal.
Mereka datang dalam jumlah sedemikian banyaknya. Agaknya mereka adalah
para malaikat yang di turunkan ke bumi, hanya untuk mengurus jenazah dan
pemakamannya. Baru saat itulah penduduk Yaman mengetahuinya siapa
“Uwais al-Qorni” ternyata ia tak terkenal di bumi tapi terkenal di
langit.
Itulah kisah Uwais Al-Qarny, semoga cerita di atas dapat bermanfaat
bagi kita semua, dapat memberi kita inspirasi, dan tentunya dapat
menambah iman dan takwa kita kepada Allah SWT. Aamiin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar