Ketika Rasulullah SAW menyeru orang-orang untuk memeluk Islam, Sa’id bin Zaid segera memenuhi panggilan beliau, menjadi pelopor orang-orang yang beriman kepada Allah dan membenarkan kerasulan Nabi Muhammad SAW.
Tidak mengherankan kalau Sa’id secepat itu menerima seruan Muhammad SAW. Ia lahir dan dibesarkan dalam rumah tangga yang mencela dan mengingkari kepercayaan dan adat istiadat orang-orang Quraisy yang sesat.
Sa’id dididik dalam kamar seorang ayah yang sepanjang hidupnya giat mencari agama yang hak. Bahkan dia mati ketika sedang berlari kepayahan mengejar agama yang hak.
Sebelum menghembuskan nafasnya, ayah Sa'id—Zaid bin Amr bin Nufail—menengadah ke langit seraya berdoa, "Ya Allah, jika Engkau mengharamkanku dari agama lurus ini, maka janganlah anakku, Sa'id, diharamkan pula darinya."
Sa’id masuk Islam tidak seorang diri. Dia bersyahadat bersama istrinya, Fatimah binti Khathab, adik perempuan Umar bin Khathab. Karena pemuda Quraisy ini masuk Islam, dia disakiti dan dianiaya, dipaksa oleh kaumnya supaya kembali kepada agama mereka.
Tetapi jangankan mengembalikan Sa’id kepada kepercayaan nenek moyang mereka, sebaliknya Sa’id dan istrinya sanggup menarik seorang laki-laki Quraisy yang paling berbobot baik fisik maupun intelektualnya masuk Islam, Umar bin Khathab.
Mereka berdualah yang telah menyebabkan Umar bin Khathab masuk Islam. Sa’id bin Zaid bin Amr bin Nufail membaktikan segenap daya dan tenaganya yang muda untuk berkhidmat kepada Islam.
Ketika dia masuk Islam, umurnya belum lebih dari 20 tahun. Selain Perang Badar, dia turut berperang bersama-sama Rasulullah dalam setiap peperangan. Ketika itu dia sedang melaksanakan suatu tugas penting lainnya yang ditugaskan Rasulullah kepadanya. Dia turut mengambil bagian bersama-sama kaum Muslimin mencabut singgasana Kisra Persia dan menggulingkan Kekaisaran Romawi. Dalam setiap peperangan yang dihadapi kaum Muslimin, dia selalu memperlihatkan penampilan dengan reputasi terpuji.
Di antara prestasinya yang paling menakjubkan ialah apa yang tercatat dalam Perang Yarmuk. Sejenak kita dengarkan Sa'id mengisahkan pengalamannya. “Ketika terjadi Perang Yarmuk, pasukan kami semuanya berjumlah 24.000 orang tentara. Sedangkan tentara Romawi yang kami hadapi berjumlah 120.000 tentara. Musuh bergerak ke arah kami dengan langkah-langkah yang mantap bagaikan sebuah bukit yang digerakkan tangan-tangan tersembunyi," tutur Sa'id.
Sa'id melanjutkan, di depan berbaris pendeta-pendeta, perwira-perwira tinggi, panglima-panglima, dan paderi-paderi yang membawa kayu salib sambil mengeraskan suara membaca doa. "Doa itu diulang-ulang oleh tentara yang berbaris di belakang mereka dengan suara mengguntur," ujarnya.
Tatkala tentara kaum Muslimin melihat musuh mereka seperti itu, kebanyakan mereka terkejut, lalu timbul takut di hati mereka. Abu Ubaidah bin Jarrah bangkit mengobarkan semangat jihad kepada mereka. “Wahai hamba-hamba Allah, Menangkan agama Allah! Pasti Allah akan menolong kamu, dan memberikan kekuatan kepada kamu!"
"Wahai hamba-hamba Allah, tabahkan hati kalian! Karena ketabahan adalah jalan lepas dari kekafiran, jalan mencapai keridhaan Allah, dan menolak kehinaan. Siapkan lembing dan perisai! Tetaplah tenang dan diam! Kecuali dzikrullah (mengingat Allah) dalam hati kalian masing-masing. Tunggu perintah saya selanjutnya, Insya Allah!” teriak Abu Ubaidah lagi.
Tiba-tiba seorang prajurit Muslim keluar dari barisan dan berkata kepada Abu Ubaidah, “Saya ingin syahid sekarang. Adakah pesan-pesan Anda kepada Rasulullah?”
Abu Ubaidah menjawab, “Ya, ada! Sampaikan salam saya dan salam kaum Muslimin kepada beliau. Katakan kepada beliau, sesungguhnya kami telah mendapatkan apa yang dijanjikan Tuhan kami benar-benar terbukti!”
Sesudah dia mengucapkan kata-katanya itu, Sa'id melihat sang prajurit menghunus pedang dan terus maju menyerang musuh-musuh Allah. Sa'id pun demikian, ia membanting diri ke tanah, dan berdiri di atas lututnya. Lalu membidikkan lembingnya dan menikam seorang musuh. "Tanpa terasa, perasaan takut lenyap dengan sendirinya di hati saya. Tentara Muslimin bangkit menyerbu tentara Romawi. Perang berkecamuk dan berkobar dengan hebat. Akhirnya, Allah memenangkan kaum Muslimin," tutur Said.
Sesudah itu, Sa’id bin Zaid turut berperang menaklukkan Damaskus. Setelah menaklukkan Damaskus, kaum Muslimin memperlihatkan kepatuhan, Abu Ubaidah bin Jarrah mengangkat Sa’id menjadi walikota di sana. Dialah walikota pertama dari kaum Muslimin setelah kota itu dikuasai.
Di masa pemerintahan Bani Umayyah, merebak suatu isu dalam waktu yang lama di kalangan penduduk Madinah terkait Sa’id bin Zaid. Seorang wanita bernama Arwa binti Umais menuduh Sa'id merampas tanahnya dan menggabungkannya dengan tanah Said. Wanita itu menyebarkan tuduhannya ke seantero kaum Muslimin, dan mengadukan perkaranya kepada Marwan bin Hakam, Walikota Madinah saat itu.
Marwan mengirim beberapa petugas menanyakan kepada Sa’id tentang tuduhan wanita tersebut. Sahabat Rasulullah ini merasa prihatin atas tuduhan yang dituduhkan kepadanya. “Dia menuduhku menzaliminya (merampas tanahnya yang berbatas dengan tanah saya). Bagaimana mungkin aku menzaliminya, padahal aku telah mendengar Rasulullah bersabda, ‘Siapa yang mengambil tanah orang lain walaupun sejengkal, nanti di hari kiamat Allah akan memikulkan tujuh lapis bumi kepadanya.’ Ya Allah, dia menuduhku menzaliminya. Seandainya tuduhannya itu palsu, butakanlah matanya dan ceburkan dia ke sumur yang dipersengketakannya denganku. Buktikanlah kepada kaum Muslimin sejelas-jelasnya bahwa tanah itu adalah hak hamba dan bahwa hamba tidak pernah menzaliminya,” kata Sa'id.
Tidak berapa lama kemudian, terjadi banjir besar yang belum pernah terjadi sebelumnya. Maka terbukalah tanda batas tanah Sa’id dan tanah Arwa yang mereka perselisihkan. Kaum Muslimin memperoleh bukti, Sa’id-lah yang benar, sedangkan tuduhan wanita itu palsu.
Hanya sebulan sesudah itu, wanita tersebut menjadi buta. Ketika dia berjalan meraba-raba di tanah yang dipersengketakannya, dia pun jatuh ke dalam sumur. Abdullah bin Umar berkata, “Memang, ketika kami masih kanak-kanak, kami mendengar orang berkata bila mengutuk orang lain, ‘Dibutakan Allah kamu seperti Arwa.”
Peristiwa itu sesungguhnya tidak begitu mengherankan. Karena Rasulullah SAW pernah bersabda, “Takutilah doa orang teraniaya. Karena antara dia dengan Allah tidak ada hijab (batas).” Apa lagi kalau yang teraniaya itu adalah salah seorang dari 10 sahabat Rasulullah yang telah dijamin beliau masuk surga, Sa’id bin Zaid.