Sosok sahabat Rasulullah SAW Bilal bin Rabah merupakan satu contoh betapa Islam mengangkat derajat seluruh umat manusia, baik itu bangsa kulit cerah maupun gelap. Agama ini mengajarkan, ketakwaan merupakan faktor penentu status mulia di hadapan Allah. Harta, keturunan, dan kekuasaan politik hanyalah titipan belaka dari Sang Pencipta.
Sebuah hadis riwayat Imam Muslim menceritakan bagaimana kadar ketakwaan Bilal bin Rabah. Suatu hari, Rasulul lah SAW hendak menunaikan shalat Subuh di masjid. Beliau berpapasan dengan Bilal dan berkata kepadanya, Wahai Bilal, beri tahu kepadaku tentang amal perbuatanmu yang paling engkau harapkan manfaatnya dalam Islam. Sebab, malam tadi aku (bermimpi) mendengar suara terompahmu di depanku di surga.
Tidak satu pun amal yang pernah aku lakukan yang lebih kuharapkan manfaatnya dalam Islam dibandingkan dengan senantiasa melakukan shalat (sunah) semam puku setiap selesai berwudhu dengan sempurna, siang maupun malam, jawab Bilal.
Keimanan Bilal memang sudah teruji di masa permulaan dakwah Islam. Saat itu, Rasulullah SAW menyebarkan Islam se cara sembunyi-sembunyi. Buku Kisahkisah Islami yang Menggetarkan Hatikarya Hasan Zakaria Fulaifal Bilal bin Rabah langsung memantapkan hati memeluk Islam. Padahal, waktu itu, Bilal masih seba gai budak belian. Status paling rendah itu merupakan warisan. Bilal lahir pada 580 Masehi di Makkah dari keluarga budak keturunan Afrika. Diam-diam, Bilal pada suatu hari pergi dari pekerjaannya untuk ke majelis Rasulullah SAW. Di sana, ia mengucapkan dua kalimat syahadat.
Majikannya marah begitu mengetahui kepergian budaknya itu. Lebih murka lagi begitu mencurigai keislamannya. Bilal pun tidak membantah telah mengikuti ajaran Rasulullah SAW. Ia pun digiring ke te ngah padang pasir untuk disiksa. Si majikan tidak sendiri, tapi menyertakan kawan-kawannya yang juga petinggi kaum musyrikin Makkah. Mereka hendak memaksa Bilal agar mengingkari Islam dan menyembah berhala-berhala.
Badannya diben tangkan di atas pasir yang panas. Matahari menye ngat amat terik. Sebuah batu besar menindih tubuhnya. Semua kaki dan tangannya diikat dan ditambatkan pada empat tonggak. Orang-orang musyrik terus meneriakinya agar meninggalkan iman dan Islam. Beberapa algojo juga mencambuk kepala dan bagian tubuh Bilal yang tidak tertin dih batu besar. Namun, Bilal tetap tabah menjalani penyiksaan itu. Dari mulutnya hanya terucap kata yang terus diulanginya, Ahad. Ahad. Ahad. Allah Maha Esa. Satu-satunya yang pantas disembah. Bukan berhalaberhala itu.
Ketenangan Bilal justru menyurutkan keberanian orang-orang musyrik itu. Mereka pun merayu Bilal dengan imingiming harta dan kebebasan bila ia mau menanggalkan iman dan Islam. Bilal tidak gentar. Ia terus melafalkan perkataan tauhid. Bahkan, tidak jarang senyum mengulas di bibirnya.
REPUBLIKA