Muhammad Ibrahim Salim menyatakan bahwa Fatimah adalah sayyidah (pemimpin) wanita seluruh dunia dan wanita ahli surga paling mulia. ''Dalam beribadah, dia adalah seorang putri yang bathul, yaitu yang tidak pernah berhenti dari ibadah,'' urai Salim dalam buku Perempuan-perempuan Mulia.
Sementara seperti diuraikan Dr Ali Syariati, Fatimah adalah wanita yang dikehendaki oleh Islam supaya wanita menjadi seperti itu. Konsep pandangannya dilukiskan oleh Nabi SAW sendiri.
''Beliau meleburnya dan memurnikannya di api kesulitan, kemiskinan, perlawanan, pemahaman yang mendalam, dan keajaiban manusiawi,'' papar Dr Ali yang dikutip dari buku Fatimah is Fatimah.
Fatimah terlahir pada tahun ke-5 sebelum diutusnya Muhammad menjadi Rasul. Kelahirannya bertepatan dengan sebuah peristiwa besar, yakni ditunjuknya Muhammad sebagai penengah ketika terjadi perselisihan antara suku-suku Quraisy tentang siapa yang berhak meletakkan kembali Hajar Aswad setelah Kabah selesai direnovasi.
Saat itu, Rasulullah sudah melihat pada diri putrinya tanda-tanda kebersihan dan kebaikan. Oleh karenanya, Nabi SAW memberinya nama Fatimah dengan gelar Azzahra' (yang bersinar wajahnya).
Fatimah tumbuh dewasa di rumah seorang Nabi yang penuh kasih. Nabi mendidik dan membimbingnya sedemikian rupa agar kelak ia menjadi seorang wanita yang benar-benar mampu meneladani akhlak, kehalusan hati, dan arahan-arahan yang beliau berikan.
Ketika usia Fatimah menginjak lima tahun, terjadilah peristiwa besar pada ayahnya, yakni turunnya wahyu Allah. Sejak itulah, ia mulai merasakan tahapan pertama dari tugas dakwah yang harus diemban ayahnya.
Fatimah sering menyaksikan gangguan kaum Quraisy kepada ayahnya, karena dia kerap menyertai Rasulullah. Seperti terjadi di Masjidil Haram, ketika Nabi sedang sujud tiba-tiba Uqbah bin Mu'ith melemparkan bangkai kambing ke punggung Nabi.
Belum pulih penderitaan itu, tiba-tiba ibunya, Khadijah wafat. Sejak kematian ibunya, Fatimah menyadari bahwa ayahnya sebagai Nabi tentu telah dihadang oleh beban yang amat berat dalam menjalankan dakwah, terlebih dengan wafatnya Abu Thalib, paman Nabi.
Maka, dengan setia, Fatimah terus mendampingi ayahnya untuk menggantikan peran ibunya. Dia lantas digelari Umm Abiha, ibu untuk ayahnya.
Beranjak dewasa, Fatimah menikah dengan Ali bin Abi Thalib. Kebahagiaan pun melingkupi pasangan ini, meski mereka hidup serba kekurangan.
Belum genap setahun, Fatimah dikaruniai putra bernama Hasan. Nabi SAW sendiri yang membacakan adzan di telinga cucunya itu. Berselang satu tahun usia Hasan, lahirlah anak ke-2, Husain, pada bulan Syaban tahun ke-4 Hijriyah.
Pada tahun ke-5 Hijriyah, Fatimah kembali melahirkan seorang anak perempuan yang oleh Nabi SAW diberi nama Zainab. Dua tahun kemudian lahir kembali seorang putri yang diberi nama Ummu Kultsum.
Rasulullah SAW sangat menyayangi putrinya itu. Rasulullah pernah berkata di atas mimbar, ''Sungguh, Fatimah bagian dariku. Siapa yang membuat dia marah, berarti telah membuat aku marah,'' tegas Rasulullah.
Fatimah meninggal di usia 27 tahun. Dia adalah seorang wanita yang dalam setiap gerak kehidupannya merupakan teladan yang patut ditiru, figur seorang istri yang shalihah dan sabar. Fatimah juga figur ibu teladan dalam mendidik putra-putrinya.
REPUBLIKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar